Beranda » Joko Intarto » Bodohkah Pejabat dan Politisi Kita?

Bodohkah Pejabat dan Politisi Kita?

Berapa pejabat dan politisi yang buta huruf? Tidak ada.

Berapa yang membuat karya tulis di blog dan social media? Sedikit.

Berapa yang membuat karya tulis di koran dan majalah? Lebih sedikit.

Berapa yang sudah membuat karya tulis berupa buku? Lebih sedikit lagi.

Menyedihkan. Tapi begitulah kenyataannya. Para pejabat dan politisi memiliki banyak pengalaman dan informasi. Apalagi yang hobi pelesiran ke luar negeri. Tapi mereka lebih senang menyimpan pengetahuan dan pengalamannya untuk diri sendiri.

Haruskah pejabat dan politisi bisa menulis? Pajabat dan politisi adalah sekelompok kecil masyarakat yang berperan sebagai agen perubahan. Melalui peran merekalah, masyarakat akan lebih mudah dimotivasi, diarahkan dan dimobilisasi.

Untuk memerankan tugasnya sebagai agen perubahan, pejabat dan politisi wajib melakukan komunikasi kepada publik dengan memanfaatkan berbagai platform media yang tersedia. Salah satunya adalah dengan membuat tulisan.

Rendahnya kemampuan menulis di kalangan pejabat dan politisi sebenarnya mengherankan. Sebab, dalam berbagai rapat yang disiarkan media, mereka tampak lancar mengemukakan pendapat.

Kalau berpidato lancar, berorasi (dan mencaci-maki) juga lancar, mengapa menulis menjadi masalah besar?

Perlukah Pejabat dan Politisi Belajar Jurnalistik? Selama ini, ilmu jurnalistik dipahami secara sempit sebagai ilmu yang hanya diperlukan para wartawan untuk memenuhi kompetensi profesinya.

Anggapan ini jelas harus direvisi. Ilmu jurnalistik diperlukan siapa pun, agar bisa menyampaikan pesan apa pun, kepada siapa pun, dengan media apa pun, kapan pun.

Maka pejabat dan politisi wajib bisa membuat karya tulis yang dipublikasi. Bila perlu, karya tulis menjadi syarat bagi semua pejabat dan politisi.

Komunikasi. Itulah kata kuncinya. Belajar ilmu jurnalistik adalah caranya.

Komunikasi tidak cukup hanya dengan blusukan yang disiarkan. Komunikasi juga tidak selesai hanya dengan merekrut penulis bayaran.

Ilmu jurnalistik bukan hanya untuk membuat spanduk dan baliho menjelang pemilihan umum. Ilmu jurnalistik penting untuk menjaga kredibilitas dan kapabilitas para pejabat serta politisi di mata rakyat.

“Kalau kamu ingin mengenal dunia, membacalah. Kalau ingin dunia mengenal kamu, menulislah,” tulis Dahlan Iskan, mantan wartawan “Jawa Pos”, yang saat ini menjadi pejabat publik.

Menulis adalah cara untuk menyampaikan gagasan. Kalau para pejabat dan politisi tidak pernah menulis, jangan-jangan karena mereka tidak pernah punya gagasan? Jangan-jangan, itulah yang membuat kemajuan Indonesia bergerak sangat lamban.

Joko Intarto @IntartoJoko

http://politik.kompasiana.com/2013/10/18/bodohkah-pejabat-dan-politisi-kita-602495.html


Tinggalkan komentar